Sunday, January 28, 2018

TAK PERLU KHAWATIR JIKA ANAK TIDAK BERSEKOLAH DI TEMPAT MAHAL


Para ibu yang anaknya sudah mencapai usia tiga tahun, biasanya mulai ketar-ketir pada persoalan sekolah anak. Banyak pertanyaan mulai dipikirkan.

Kapan saya harus memasukkan anak ke sekolah?

Lebih baik masuk sekolah play group terlebih dahulu atau langsung ke taman kanak-kanak, ya?

Sekolah seperti apa yang cocok untuk anak saya?

Full day school atau sekolah biasa?

Dan persoalan yang juga penting adalah...

Berapa sih, biaya sekolah zaman now?

Saya menyimpan brosur sebuah sekolah dasar swasta islam terpadu di Bandung. Sekolah tersebut adalah jenis full day school. Adapun kurikulum yang digunakan di sekolah tersebut adalah gabungan antara kurikulum nasional dan kurikulum khas (agama) yang disusun sendiri. Dalam brosur tersebut tertulis sebagai berikut:

a.       Biaya pendaftaran Rp. 500.000,
      Termasuk formulir dan pendaftaran
b.      Biaya masuk Rp. 20.000.000,-
Termasuk uang pangkal, buku paket pelajaran selama 1 tahun, pakaian sekolah, kegiatan siswa selama 1 tahun, kegiatan ekskul dan SPP bulan Juli 2018
c.       SPP Rp. 1.350.000 / bulan

Kali lain seorang teman menunjukkan dua brosur lain dari sekolah-sekolah yang berbeda. Hasilnya, biaya masuk sekolah dasar swasta di kota Bandung dengan level yang mirip berada di kisaran 20 juta atau lebih.

Jadi, berapakah biaya yang harus dipersiapkan?

Menurut hitungan para perencana keuangan, biaya pendidikan di Indonesia rata-rata meningkat sekitar 15%-20% per tahun. Angka ini lebih dari dua kali lipat rata-rata kenaikan inflasi.

Jadi, kenaikan biaya sekolah anak lebih tinggi daripada kenaikan inflasi per tahun.

Anak saya sekarang berusia 4 tahun. Masih ada waktu dua tahun lagi untuk masuk sekolah dasar. Jika biaya masuk sekolah dasar tahun 20 juta, maka biaya masuk sekolah dasar 2020 adalah sekitar 28 juta rupiah saja. Tidak lupa, biaya bulanan juga ikut naik. Tung hitung hitung, diperkirakan saya perlu mengeluarkan dana satu juta delapan ratus sembilan puluh ribu rupiah per bulannya.

Kalau biaya sekolah segitu, pendapatan keluarga kami harus berapa dong?

Menurut sebuah konsultasi finansial Finansia Consulting, biaya bulanan sekolah maksimal seperlima dari pendapatan minimal orang tua. Jika spp bulanan Rp. 1.890.000,-, maka minimal pendapatan keluarga haruslah sebesar Rp. 9.450.000,-.

Ehm, itu baru biaya sekolah untuk satu anak loh, ya.

Tambah anak, bertambah besar pula alokasi dana pendidikan yang dibutuhkan.

Level yang mirip seperti apa?

Berdasarkan hasil pengamatan pribadi, ada berbagai jenis sekolah swasta di Bandung. Ada sekolah yang menggunakan kurikulum nasional saja layaknya sekolah dasar negeri. Selain itu, ada sekolah yang menggunakan gabungan kurikulum nasional dan kurikulum khas. Bermacam-macam value yang ditawarkan dalam kurikulum khas yang dikembangkan. Misalnya, ada sekolah yang memasukkan value agama, dwibahasa, atau mengadopsi metode tertentu seperti sekolah montessori, sekolah alam, dan sebagainya. Tambahan value itulah yang menjadi nilai tambah sejumlah sekolah.

Bertambah value berarti bertambah pula money value yang diperlukan.

Jadi, pendidikan yang baik cuma untuk kalangan berduit dong?

Bagaimana jika kita tidak mampu memasukkan anak ke sekolah-sekolah mahal itu?

Apakah anak kita tidak akan mendapatkan pendidikan yang terbaik?

Apa yang harus kita lakukan agar anak tetap memperoleh pendidikan terbaik meski tidak masuk ke sekolah mahal?

Apa yang harus kita lakukan, kan tidak semua orang Indonesia mampu mengenyam pendidikan mahal?

Suami saya pernah melakukan penelitian terhadap sekolah-sekolah dasar swasta yang mahal. Ia dan timnya melakukan wawancara terhadap sejumlah orang tua siswa. Asumsinya, sekolah-sekolah yang mahal tersebut memiliki program yang luar biasa, dan tidak dimiliki oleh sekolah lainnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa program-program antara sekolah mahal dan sekolah biasa tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Meski sekolah mahal menambahkan slogan value tertentu, namun pada prakteknya, program dan kegiatan yang dilaksanakan relatif sama dengan sekolah biasa.

Satu temuan penting dari penelitian itu adalah para orang tua memiliki keterlibatan yang besar pada kegiatan belajar anak. Mereka sadar bahwa mereka sudah mengeluarkan uang dengan nominal yang besar. Dengan alasan itu, mereka berusaha untuk mendapatkan hasil  yang besar pula. Akibatnya, mereka menunjukkan perilaku yang mendorong anak supaya meraih prestasi belajar yang baik. Mereka proaktif menanyakan perkembangan belajar, mengamati hasil belajar siswa, dan turut serta membantu proses belajar di rumah.

Pasi Sahlberg, penulis buku “Finnish Lessons 2.0: What can the world learn from educattional change in Finland”, menyebutkan ada lima hal yang menentukan prestasi belajar anak. Salah satu yang terpenting adalah apa yang dilakukan anak-anak ketika tidak di sekolah.

Jadi, kualitas sekolah bukanlah satu-satunya penentu keberhasilan belajar siswa. Orang tua, kegiatan anak saat di rumah dan selepas jam sekolah juga menjadi penentu penting terhadap prestasi belajar siswa.

Memilih sekolah bagus dan mahal merupakan pilihan yang sangat baik. Jika kita mampu, maka kita perlu memberikan investasi pendidikan terbaik untuk anak. Satu hal yang bisa dilakukan oleh orang tua yang memilih untuk memasukkan anak ke sekolah mahal adalah berkesinambungan. Tidak karena anak sudah dididik oleh guru di sekolah, maka orang tua bisa berlepas tangan dengan pendidikan di rumah. Sebaliknya, orang tua perlu menjalin komunikasi, kerja sama dan terlibat dalam pendidikan selepas jam sekolah.

Sebaliknya, tidak memasukkan anak ke sekolah mahal pun bukan sesuatu yang salah. Anak tetap memiliki potensi meraih prestasi belajar yang luar biasa ‘meskipun’ hanya bersekolah di lembaga pendidikan yang biasa. Orang tua perlu menunjukkan usaha yang maksimal untuk membantu kegiatan belajar anak. Ayah atau ibu bisa membantu kegiatan belajar anak, memberikan tambahan, mengulang pelajaran, membangun kerja sama dan komunikasi dan guru untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal.

Jadi, tidak perlu khawatir jika anak anda tidak bersekolah di tempat yang mahal, ya!




Sumber:

Walker, Timothy. 2017. Teach Like Finland. Jakarta: Gramedia.

No comments:

Post a Comment